Halaman

Kamis, 31 Januari 2013

ibuk,


Penulis : Iwan Setyawan
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama, Juni 2012
293 hlm

"Seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat. Buatlah pijakanmu kuat".

Siapa tak punya Ibuk? Semua tentu punya Ibuk yang membuat kita ada di dunia ini. Masing-masing dapat mengekspresikan bagaimana kasih kita pada Ibuk dengan caranya masing-masing. Mama, mami, ibu, mamak, bunda, indo', enyak, bundo, mak, inang, mom, ambu, ummi, okaasan, mother, dan lain sebagainya merupakan panggilan kita kepada sosok yang kita kasihi itu. Tak masalah kita menyebutnya dengan yang mana, yang jelas kita berasal dari rahimnya.
Dari judulnya, jelaslah buku ini menceritakan tentang ibuk. Ngatinah, seorang gadis kecil yang akhirnya mengubur mimpinya untuk terus bersekolah oleh karena sakit yang dialaminya menjelang ujian SD. Hingga akhirnya dia bekerja di pasar dan bertemu dengan Sim, seorang kenek yang di cap sebagai playboy pasar.
Abdul Hasyim, sang playboy pasar menjadi seorang suami, menjadi seorang nakhoda untuk sebuah pelayaran. Dan Ngatinah, seorang gadis desa yang lugu dan berhati putih, telah memberikan hatinya menjadi seorang istri. (hlm. 26)
Sim menjadi Bapak. Tinah menjadi Ibuk.   (hlm.27)
Dari kedua orang sederhana ini terlahirlah buah hati mereka, Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mirah.
Tahun berlalu. Anak-anak Ibuk dan Bapak tumbuh semakin besar. Beban hidup semakin berat. Kebutuhan semakin banyak.   (hlm. 37)
Di sini jelas tergambar bagaimana kerasnya hidup yang harus dijalani Ibuk pun juga Bapak. Ibuk tak ingin anaknya tidak sekolah. Besar harapannya bahwa dengan cara bagaimanapun anak-anaknya tak boleh senasib dengan dia. Kelima anak itu harus bersekolah bagaimanapun caranya. Ibuk berjuang mengatur setiap rupiah yang diserahkan bapak agar cukup untuk uang belanja juga untuk membayar uang SPP anak-anak. Bahkan Ibuk kadang-kadang harus mengambil kredit di Bang Udin untuk memebeli sepatu baru ganti sepatu mbak Nina yang sudah sobek.
Dapur ini penuh dengan jelaga. Hidup ini mungkin akan penuh dengan jelaga juga. Tapi anak-anakkulah yang akan memberi warna terang dalam hidupku. Ini hartaku. Dan kini saatnya, semua yang telah keluar dari rahimku bisa hidup bahagia. Tanpa jelaga...   (hlm.52)
Demikianlah Ibuk dengan daster batiknya yang selalu setia menemaninya menjalani hari-hari berat namun tak pernah dikeluhkannya. Semua diceritakan oleh Iwan dengan mengalir begitu saja. Saya begitu terpana membacanya bahkan tak sadar ikut sedih saat berada di bagian yang memilukan. Kesederhanaan Ibuk membuat saya trenyuh dan sudah jelas mengingatkan saya akan Ibu saya sendiri di kampung halaman.
Meski tak disajikan konflik yang berat namun lewat perjalanan hidup keluarga di kaki Gunung Panderman ini sudah cukup untuk merenungkan kembali kehidupan saya secara pribadi. Apalagi pada bagian terakhir pada saat kepergian Bapak, air mata saya bergulir karena mengingatkan saya pada Bapak saya sendiri yang juga sudah pergi pada bulan yang sama meski di tahun berbeda.
Selamat untuk Bapak. Aku yakin, dia sedang merayakan kemenangan atas kehidupan. Di sana... (hlm. 286)
Jelaslah buku ini dapat menjadi inspirasi bagi setiap perempuan pun setiap orang yang membacanya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Belajar dari pengalaman Ibuk, sayapun mencoba untuk menjadi 'Ibuk' yang terbaik buat putri kecil saya.
Buku ini di angkat dari kisah nyata penulis, dan merupakan novel keduanya setelah "9 Summers 10 Autumns, Dari Kota Apel ke The Besar".  Tentu cukup sulit mengangkat kisah pribadi untuk menjadi konsumsi publik, pastilah dibutuhkan keberanian yang besar.
Menulis membebaskanku. Membesarkanku. Memberanikanku. Aku menulis untuk membaca kehidupan. Aku menulis untuk berkaca. Aku menulis untuk melepaskan air mata. Aku menulis untuk menjadikanku manusia.     ......  Tulisanku mencoba menangkap kenangan agar mereka tidak menguap begitu saja.   (hlm. 287-288)

***

Buku ini hadiah dari Santa saya yang baik hati.
Bersama dengan buku ini, dia juga mengirimkan aku sebuah riddle yang harus ku tebak. Riddlenya seperti ini :

-here is my Riddle-
You can begin my name with one of book you read, as the initial.
It said, "Soon to be a major motion picture from the company that brought you The Name of the Rose".
You can find my second letter on one of your Sandra Brown book you've read. There is Maris and Evans as the characters.
This is the last clue :
I'm small. Sometimes I'm countless. But children love to have me to collect."
Your dear Santa....

Sayapun mulai menebak..
Namanya dimulai dengan huruf dari Buku Pope Joan ---------> jelas berawalan P.
Trus huruf kedua adalah dari buku Sandra Brown , jelas yang dimaksud adalah Envy -----------> jadilah huruf E
Clue yg terakhir adalah "children love to have me to collect" -----> bukan hanya anak2, saya juga mau ngumpulin kalo ada mbak.. *maruk , hehehe   :D

Jadi jelaslah Santaku adalah Bundanya Kakak Ilman dan Adik Zidan alias mbak Peni Astiti.
Tebakanku benar kan...???

Terima kasih mbak Santa...

26 komentar:

  1. Hahaha...mbak Matris keren bisa nebak dari kalimat 1 dan 2. Aku sih cuma nebak Dari kalimat 3 aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi.. saya cuma mencoba mengingat-ingat buku mana yang di maksud..

      Hapus
  2. kereeeen... bisa menebak... klo aku yg dpt pasti langsung puyeng :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. untungnya masih ingat bukunya makanya ketebak :)

      Hapus
  3. wah, salut sama yg buat riddle plus nebak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, salut juga Mbak sama SS-nya, padahal sebelumnya saya juga sempat bingung.

      Hapus
  4. hebat bisa nebak, aku bingung sama riddlenya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga awalnya bingung kok mbak.. tapi berlagak jadi detektif.. hihihi..

      Hapus
  5. wah bukunya kayaknya keren nih

    BalasHapus
  6. itu ketebak Pope Joan dari mana ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya bingung makanya langsung minta bantuan mbah Google, ternyata itu ada di Summary buku aslinya mbak.

      Hapus
  7. hii.. aku juga mau deh ngoleksi Teh Peni..*eh maksudnya Penny. *dilempar ke timbuktu :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh, ternyata ada juga yg mau nemani saya ngoleksi Teh Peni eh *Penny
      :D

      Hapus
  8. uhuk! hebat, euy, kak matris jagoaaaaan! padahal udah minder aja pas ngirim... *menjura*

    BalasHapus
    Balasan
    1. kyaaaa maluu....
      Teh Peny lebih jagoan deh bikin riddle yang keren euy..
      *balik menjura sambil mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya... :)

      Hapus
  9. Wah, sumpah aku ga ngeh lho, riddlenya susah :P
    Btw, I love your new template ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya riddlenya susah...
      eh, makasih ya mba..

      Hapus
  10. bulan lalu aku nebak teh Peni di riddle lain... tapi mmg belum yakin sih dgn clue-nya. berarti aku salah :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe.. iya pasti salah karena saya yakin SS saya teh Peni..

      Hapus
  11. wow, ketebak :) saya bisa nebak gara2 kalimat kedua dan ketiga aja hehe...

    BalasHapus
  12. Sebenarnya saya juga nebaknya jadi yakin waktu baca postingannya Teh Peni. Katanya dia khawatir kirimannya gak nyampe karena si terget kemungkinan pergi berlibur. Dan memang saya sempat keluar kota selama beberapa minggu, trus paketnya baru saya terima bulan januari... hehehe.. ketahuan deh Teh Peni.. :D

    BalasHapus
  13. ya ampun dasar lemot, td mikir apa hubungannya peni ma koleksi hwahahaha

    BalasHapus
  14. Buku keren ini. Aku nangis bacanya. Sontak kangen rumah. Kangen Bapak. Sejak baca ini jadi pengen baca buku karya penulis lokal lainnya.

    Bunda Peni sempat ketar-ketir tuh waktu blom ada kabar dari mbak Matris :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup sama...
      Eh iya, sempat lho Mbak Oky nanya saya bahwa si SS nanyain apa paketnya sdh tiba apa belum.. makanya saya langsung yakin waktu baca postingannya Teh Peni sendiri di blognya... hiihihihi....... :D

      Hapus
  15. Ah baca reviewnya mbak matris jadi kangen emak..
    btw hebat ya yang buat riddlenya sama yang menebaknya..keren :)

    BalasHapus