Halaman

Selasa, 02 Oktober 2012

#23 Saga no Gabai Baachan (Nenek Hebat dari Saga)




Pengarang          : Yoshici Shimada
Penerjemah        : Indah S. Pratidina
Penerbit             : Kansha Books
Cetakan III,  Januari 2012
                                    
Akihiro-chan, ketika kelas dua Sekolah Dasar tanpa tahu apa-apa  “di dorong” secara paksa  oleh ibunya menaiki kereta api saat mereka mengantar bibi ke stasiun untuk menuju ke Saga. Berawal dari kejadian kecil inilah yang terus lekat dalam ingatannya bahkan kadang membuatnya trauma dan selalu merasa sedih setiap melihat adegan perpisahan anatara ibu dan anak. Rupanya ibunya bermaksud untuk meninggalkan Akihiro agar tinggal dan di asuh oleh neneknya, karena terus berada di Hiroshima tidak akan cocok lagi untuknya, apalagi ibunya sangat sibuk bekerja dan tidak punya waktu untuk menjaganya. Namun bagi Akihiro : ‘hidupku sungguh berubah karena dorongan ibu di hari itu (hlm. 26)’

Jadilah kehidupan baru Akihiro bersama si nenek Osano di mulai. Meskipun berada dalam kemiskinan, namun ada saja akal nenek untuk mendapatkan makanan maupun uang dan juga untuk berhemat. Misalnya dengan meletakkan galah di sungai agar dapat memperoleh sisa-sisa sayur dari pasar yang terbuang, mengikat magnet di pinggang setiap kali berjalan pulang dari tempat kerjanya agar  benda-benda logam menempel dan di kumpul untuk di jual kembali, mengolah topeng kulit semangka menjadi acar semangka, menjemur ampas teh dan membuatnya jadi abon,  membeli tahu yang rusak di paman penjual tahu dengan harga yang lebih murah dan lain sebagainya.
Membaca buku ini mebuat saya tertawa namun juga ikut terharu dengan kehidupan nenek dan Akihiro. Beberapa kutipan dari buku ini yang sangat  menginspirasi antara lain :

“Nek, dua tiga hari ini, kita makan kok hanya nasi ya, tanpa lauk?” Setelah berkata begitu, sambil tertawa terbahak-bahak, nenekku menjawab, “Besok nasipun takkan ada kok.”  (prolog)
-------> salut dengan si nenek, masih bisa tertawa saat tahu bahwa besokpun tidak akan ada makanan lagi..

“Kalau kita jual, sampah logam lumayan tinggi harganya. Benda yang jatuhpun kalau kita sia-siakan, bisa dapat tulah.”  (hlm. 41)
-------> dulu juga waktu kecil, saya suka memungut uang logam yang jatuh di jalan tanpa malu-malu untuk mengisi celengan saya.. dan pungutan terbesar saya adalah eh uang kertas 20 ribu rupiah.. serasa mendapat durian runtuh waktu itu..  :)

“Lobak yang berujung dua sekalipun, kalau di potong-potong dan direbus, sama saja dengan yang lain. Timun yang bengkok sekalipun, bila di iris-iris dan dibumbui garam tetap saja timun” (hlm. 44)
-----> jangan pernah menyia-nyiakan makanan, hufft, saya selalu sedih jika melihat makanan yang di buang-buang..

“Mulai besok kau lari saja, Tidak perlu peralatan dan tempat berlarinya juga gratis” (hlm. 60)
------> hidup sehat namun hemat ala nenek

“Ada dua jalan buat orang miskin, miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria. Karena itu karena bukan baru-baru ini saja menjadi miskin, kita tidak perlu cemas. “ (hlm. 63)
------> hidup miskin memang tak pernah mengalangi kita untuk tetap ceria

“Kebaikan sejati adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan” (hlm. 92)
-----> benar kan ya, kalau kita berbuat baik, tak perlulah kita memberitahukan kebaikan itu, 

Serta masih banyak lagi kisah-kisah yang diceritakan oleh Yoshichi tentang kehidupannya bersama Nenek Osano. Diceritakan secara sederhana namun tetap memukau membuat saya jadi begitu kagum terhadap Nenek Osano. Prinsip hidup nenek Osano yang kalau di lihat sepertinya sangat pelit, namun itu semua adalah karena kondisi kemiskinan yang mereka alami. Meskipun miskin, namun nenek Osano tidaklah pelit, seperti ketika diceritakan tentang seorang bibi yang datang meminjam uang dan tanpa banyak tanya nenek langsung memberinya. Padahal kalau di pikir-pikir, kok ya ada juga yang masih tega pinjam uang ke Nenek Osano. Tapi nenek tak pernah mengeluh dalam kemiskinannya itu. Malahan dengan penuh ketegaran dia menghadapi hidupnya dan mengajari cucunya untuk mengenal dan mengikuti prinsip2 hidupnya. Ah, lagi-lagi 2 jempol untuk Nenek Osano.
Berdasarkan catatan tambahan di bagian belakang buku, dikatakan bahwa Yoshichi (yang nama aslinya Akihiro Tokunaga) muncul sebagai bintang tamu acara televisi Asahi TV yang di kenal semua orang dan memiliki jam tayang yang sangat panjang “Tetsuko no Heya (Kamar Tetsuko)”. Acara ini di pandu oleh Tetsuko Kuroyanagi penulis buku terkenal (favorit saya) Totto chan, Gadis cilik di Jendela. Lewat acara inilah buku ini diperkenalkan dan besoknya pesanan langsung membludak di toko-toko buku.






2 komentar:

  1. Uda lama jadi wishlist.. buku2 jepang memang paling hebat ya dalam menyampaikan pesan2 moral. Dorama2nya pun juga gitu... *gigit jari mupeng pengen baca*

    BalasHapus