Man
on Fire
(Dibakar
dendam)
Penulis
: A. J. Quinnel
Alih
Bahasa : B. Sendra Tanuwidjaja
Penerbit
: PT Gramedia
Jakarta,
2004
496
hlm
Creasy,
seorang mantan Legiun Asing alias veteran perang disewa utuk menjadi pengawal
pribadi seorang gadis kecil. Hal ini karena
sang orangtua, Rika dan Ettiore khawatir dengan maraknya kasus penculikan anak
di kalangan orang-orang kaya di Italy. Tapi alasan sebenarnya lebih karena Rika tak ingin kalah
gengsi dari teman-teman sepergaulannya.
Teman mereka sebagian besar sudah menggunakan jasa pengawal untuk menjaga
putra-putri mereka, karena itu Rika tak ingin ketinggalan untuk memberikan
pengamanan maksimal ke putri semata wayangnya, Pinta.
Namun
tak disangka, Pinta ternyata kemudian ikut menjadi korban penculikan. Lebih
sadis lagi, dia akhirnya dibunuh oleh sang penculik setelah sebelumnya
diperkosa. Kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh sang orangtua karena mereka
membayar sang pengawal hanya dengan upah kecil. Saat kejadian, sang pengawal
itu sendiri tertembak namun untungnya berhasil selamat. Ketika sadar dan
mengetahui bahwa gadis kecil itu tewas, Creasy hanya terdiam, namun segera
tersulut dibenaknya niat untuk membalas dendam.
Rencana Creasy adalah membalas dendam. Mereka telah membunuh orang yang berharga baginya. Ia akan membunuh sebagai balasan.“Mata ganti mata?” tanya Guido pelan.Creasy menggeleng perlahan-lahan dan berbicara dengan penekanan berat, “Lebih dari itu. Lebih dari mata. Setiap bagian dari mereka.”(hlm. 204)
Meski
bertema pembalasan dendam, namun novel ini tak melulu berisi adegan
tembak-menembak. Diselipkan pula kisah asmara Creasy dan bahkan kisah
sahabatnya Guido. Saya suka sekali dengan latar belakang desa Gozo yang
disajikan sebagai tempat Creasy memulihkan diri sebelum melakukan aksi balas
dendamnya. Sebuah pulau pertanian, sawah-sawahnya disusun dalam terasering
hingga ke batas air. Tempat yang unik dengan masyarakat yang ramah, dan semua
orang tampak sederajat baik kaya maupun miskin. Di tempat indah ini yang
merupakan desa tempat tinggal mertua Guido, Creasy berlatih memulihkan diri dan
bahkan menemukan persahabatan dengan warga desa.
Oh
ya, saya senang dengan cara penulis melukiskan hubungan Pinta dan Creasy yang
awalnya hanya sebagai majikan dan pembantu hingga akhirnya gadis kecil itu
mampu mengubah dirinya dari orang yang putus asa hingga menjadi orang yang
akhirnya bersemangat kembali.
“Aku tidak pernah bisa bergaul dengan anak-anak. Bagiku anak-anak hanyalah gangguan. Lalu yang satu ini datang. Dia begitu segar. Kehidupanku sudah berakhir – semuanya sudah ditinggalkan. Lalu aku terus-menerus melihat berbagai hal melalui matanya. Baginya serba baru, seakan-akan seluruh dunia muncul begitu saja suatu pagi, hanya baginya.” (hlm. 205)
Berhasilkah
Creasy membalaskan dendamnya?
Dari
sampulnya menunjukkan buku ini sudah difilmkan, meski saya belum menontonnya,
dan saya sendiri tak tahu apa buku dulu baru film, ataukan film dulu baru
dibukukan. Yang pasti buku lama ini ceritanya cukup menghibur bagi saya. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar