Halaman

Minggu, 27 Desember 2015

Kado & Riddle Secret santa 2015

Yaeyy... akhirnya yang di tunggu - tunggu datang juga. Hari itu, siang sepulang kerja, saya di beritahu suami bahwa ada paket yang datang hari ini.

Ini dia :



Gak pake lama, langsung deh dipretelin bungkusnya. Wilda dengan setia ikut menemani membuka lembaran bungkus paket yang sungguh aduhai indahnya...

Dan, sesuai tebakan saya... benarlah ini dari Secret santa...

Lengkap dengan riddle yang untungnya gak bikin pusing, karena setelah ngubek-ngubek data BBI sana sini, langsung ketebak hehehe...



Mau tahu siapa? Tebak sendiri yah, yang jelas aku tahu siapa dirimu wahai Santa yang baik hati...
Terima kasih sangat buat bukunya yang bahkan sampai 3... #sembunyiin buku di pojokan, takut pihak admin even SS tahu, ntar dapat marah soalnya kadonya kebanyakan... hihihi...

2 sudah di baca, sisa 1 untuk bekal di perjalanan pulang kampung hari ini. Review menyusul ya di akhir Januari...
Thanks again my SS... :-)

Senin, 02 November 2015

Wishlist Secret Santa 2015



Dear Santa...

Halo Santa, bagaimana di kutub sana? Apa ikut kena dampak asap? Tempat saya sempat tertutup kabut lho, tapi syukurlah sekarang sudah hujan dan bisa kembali memandangi langit yang cerah. Ah.. di manapun dikau berada, semoga sehat senantiasa ya.

Tak terasa sudah mau akhir tahun. Tahun lalu saya tak sempat minta kado dari mu. Tentu saja karena saya memutuskan untuk tak ikut even ini tahun lalu. Saya selalu khawatir kalau ikut even ini. Takutnya karena diriku terlalu jauh di sini. Ongkosmu berkunjung ke sini tentulah teramat besar, dan tentunya saya sangat tak enak hati untuk merepotkanmu.

Tapi karena semangat menulis yang akhir-akhir ini semakin menurun, maka saya memutuskan untuk mulai rajin menulis lagi. Salah satu penyemangat tentu saja lewat hadiah dari Santa. Hahaha.... karena saya harus menulis review nya plus menebak dirimu.

Tak perlu berlama lama lagi, ini wishlist saya :
1. Javier - Jessica  Huwae
2. Puya ke Puya - Faisal Oddang
3. The 100 years old man who climbed out of the window and dissappeared - Jonas Jonasson
4. A room with a view - E. M. Forster
5. The Last Song - Nicholas Sparks
6. The girl on the train - Paula Hawkins

Ah, sudah terlalu banyak.. Maaf ya. Hanya bermaksud memberi beberapa pilihan. Semuanya ada di toko buku online yang di buku k*ta atau di b*ka buku.

Oh ya, jika tak berkeberatan kirimkan saja lewat bantuan kereta si tuan pos soalnya dengan itu lebih murah dibandingkan dengan bantuan jasa peri - peri ekspedisi yang lain yang super cepat itu. 

Demikian surat saya Paman or Bibi Santa.. Sebelumnya terima kasih banyak dan maafkan saya yang sudah merepotkanmu.


Kamis, 15 Oktober 2015

Celebrating : 125 Years of Agatha Christie



Sebagai penggemar si Ratu Cerita Kriminal garis keras, tentu saja saya sangat malu mengakui kalau ternyata saya tidak tahu tanggal kelahiran sang Ratu. Dan ternyata tahun ini tepatnya 15 September 2015 tepat 125 tahun sang Ratu berkarya. Untunglah saya sempat melihat timeline Gramedia di facebook kemarin dan menemukan postingan tentang 125 Years of Agatha Christie.
Dari hal tersebut saya beralih ke blog Sel Sel Kelabu, membuat saya dengan senang hati menceritakan kisah saya dengan Sang Ratu ini.
Novel-novel Agatha Christie telah saya nikmati sejak jaman SMP SMA dulu.. Saya ingat beberapa judul yang sempat saya baca : And then they were none, Satu dua pasang gesper sepatunya, Mayat dalam perpustakaan, dan beberapa lainnya.

Jumat, 20 Maret 2015

Toraja, saat cinta menemukan jalan pulang





Judul : TORAJA
Saat cinta menemukan jalan pulang
Penulis : Endang SSN
Editor : Diaz
Penerbit : de TEENS
Cetakan Pertama
Agustus 2014
244 hlm

Travelling tentu saja menyenangkan apalagi bila digabungkan dengan hobby fotografi. Seperti itulah yang direncanakan oleh dua sahabat Tomi dan Sandy.
Tomi yang punya usaha distro sehingga tak apa jika sering-sering ditinggalkan, mengajak Sllndy yang  lari dari stress karena pengangguran dan juga karena merana akibat putus cinta.
Setelah mengundi 12 tujuan wisata, jadilah Toraja yang keluar sebagai pemenang.
Mendengar nama Toraja saja sudah membuat Sandy bergidik. Aura mistis yang kerap didengarnya tentang Toraja membuat dia ingin memindahkan saja tujuan mereka ke tempat yang lain. Tapi kata Tomi mereka harus maju terus pantang mundur.
Singkat cerita, tibalah mereka di Toraja, disambut hawa dingin yang menggigit  serasa mencubit-cubit.
Menginap di rumah Tangke, pemuda asal Toraja yang mereka temui di Makassar, mulailah mereka mengeksplorasi daerah tersebut. Banyak pengalaman yang didapatkan terutama bagi Sendy yang akhirnya menemukan cinta barunya di sana.

Sebagai salah satu dari serial Travelove, saya termasuk menunggu buku ini. bagaimanapun, batin saya terusik begitu tahu ada salah satu serial ini yang mengetengahkan daerah kelahiran saya. Karena sudah membaca review teman sebelumnya tentang novel ini, maka saya tak memiliki ekspektasi yang besar. Namun tetap saja saya berusaha untuk membeli buku ini. Nitip teman yang kebetulan ke Jogja tapi ternyata tidak ada, eh ternyata malah dapat di toko buku di kota saya. Senangnya...

Setelah membaca buku ini, saya kemudian mencatat hal-hal janggal yang saya temukan. Mulai dari typo salah nama yang agak sedikit membuat dahi berkerut, dan selanjutnya materi novel ini sendiri. 

Diceritakan Tomi, Sandy, dan Tangke berlari mengejar bus di Makassar begitu keluar dari Rumah makan depan bandara dan kemudian bergelantungan. Hal tersebut cukup aneh, karena biasanya jika kita ke terminal Daya untuk naik bus maka kita harus membeli tiket terlebih dahulu di loket bus tersebut, kemudian saat masuk dalam bus kondektur akan menghitung jumlah penumpang disesuaikan dengan catatan dari loket jadi tidak akan melebihi kapasitas sehingga harus bergelantungan. Tapi saya sempat mikir, mungkin saja karena mereka bertiga tidak melalui tahapan tersebut tapi asal loncat saja menunggu bus yang lewat. Hehehe... namanya juga fiksi. 

Masih soal bus, dikatakan busnya berhenti dan mereka turun di Terminal Bolu Rantepao. Sedangkan biasanya bus itu punya pangkalan sendiri-sendiri. Dan jika mereka menumpang bus berukuran kecil maka jelas bus akan mengantar langsung ke rumah masing-masing penumpang, atau paling tidak hingga di jalan utama yang masih bisa dilalui bus yang paling dekat dengan rumah penumpang. Setelah mengantarkan penumpang barulah bus kembali ke pangkalannya masing-masing. Tapi entah ya kalau sekarang... Biasanya seperti itu sih caranya setiap saya pulang kampung. Namun mungkin juga sih kalau pangkalan busnya itu terletak di pasar Bolu, maka tentunya disitulah perhentian terakhir bus.

Rantepao dikatakan desa. Wah, saya lahir dan dibesarkan di Rantepao tapi tak pernah menganggap Rantepao itu desa. Sebagai ibukota Kabupaten Toraja Utara, Rantepao meski hanya kota kecil, tapi cukup ramai. Bahkan sekarang ini jika musim libur sontak saja sering terjadi macet di mana-mana. Banyaknya kendaraan yang tak sebanding dengan kapasitas jalan raya menjadi penyebabnya. Dan kendaraan yang banyak sekarang adalah sitor. Sempat disebutkan juga dalam buku ini namun sepertinya salah penafsiran. Pete – pete disebut becak motor (hlm. 57). Padahal pete – pete itu ya angkot, kalau becak motor baru sebutannya sitor.

Kemudian yang terutama adalah saat pembahasan tentang tarian di acara Rambu Solo. Karena penasaran maka saya mencoba nanya om google tentang tarian adat Toraja, dan tak menemukan tarian ma’dondan. Yang ada adalah tarian ma’dandan. Hal serupa dikatakan ibu saya saat saya menanyakan hal tersebut ke beliau. Namun tarian tersebut hanya dilakukan pada acara syukuran atau Rambu Tuka’. Untuk hal ini sendiri saya kurang paham sebenarnya. Tapi ya itulah untungnya dunia maya, dengan gampang kita bisa mencari tahu segala sesuatunya.

Masih ada banyak hal lain lagi yang agak aneh semisal kepulan teh yang tiba-tiba saja di bawahnya jadi kepulan kopi. (hlm. 70) Sebenarnya lebih bagus memang kalau diceritakan tentang kopi, karena kopi juga merupakan salah satu ciri khas Toraja yang tentu saja pantas untuk diceritakan. Sama halnya dengan penganan alias camilan khas Toraja yang namanya tak disebutkan sama sekali dalam buku ini.

Dan kemudian tokoh Bira yang muncul bahkan di pertengahan cerita, padahal dia yang menjadi konflik dalam buku ini sebagai gadis yang tak direstui cintanya oleh sang ayah. Tapi tak ayal nama-nama yang disuguhkan membuat saya merasa lucu, soalnya nama-nama mereka memang khas nama Toraja, Tangke, Bira, Eban, dan Tato (sebenarnya lebih bagus Tato’ dengan koma atas, karena begitulah bahasa Toraja banyak menggunakan koma atas sebagai penekanan kata, kadang-kadang pula diganti dengan huruf q). Tapi Tato juga sebenarnya kurang lazim jadi nama seorang ayah, karena Tato’ itu sendiri artinya anak kecil. Eh, tapi bisa juga sih orang dewasa bernama Tato’. Jadi ingat guru olahraga saya di SMU dulu yang bernama Pak Yulianus Tato’. Apa kabarnya ya..? #Ah, abaikan saja penjelasan yang ini. Hahaha...

Masih banyak lagi yang pengen saya tulis tapi sepertinya sudah terlalu banyak, jadi cukup sampai di sini. Soalnya dengan adanya penulis yang mau mengangkat kampung halaman saya sebagai sebuah latar cerita saja sudah cukup menyenangkan. Saya tahu, bukanlah hal mudah untuk menulis sebuah cerita dengan latar belakang yang asing bagi setiap penulis. Tentu saja riset memang penting dan mesti diutamakan. Karena itu saya tetap memberikan apresiasi buat penulis. Ditunggu karya selanjutnya...

Kamis, 22 Januari 2015

Life Swap






Life Swap
Bertukar Peran
Penulis : Jane Green
Alih Bahasa : Nurkinanti Laraskusuma
Penerbit       : PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, Desember 2010
558 hlm


Victoria Townsley, 35 tahun , cantik, trendi, dan bahkan memiliki pekerjaan bagus sebagai koordinator feature majalah Poise! Bahkan dikatakan jutaan wanita rela mati demi menjadi seperti dirinya. Sayang sekali dia merasa sangat tidak bahagia. Selain karena statusnya yang masih lajang, dia kerap merasa iri melihat kehidupan wanita lain yang sudah menikah. Contoh terdekat adalah pada adiknya Andy yang punya keluarga kecil bahagia. Ada Kate istri Andy, yang sangat menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga, ada Luke, Polly, dan Sophie  anak-anak mereka yang menggemaskan serta Hercules dan Hogan anjing mereka dan bahkan Andy sedang mencoba memelihara ayam di rumah mereka yang nyaman dan menyenangkan di pedesaan Somerset. Oh, sungguh... Vicky begitu menginginkan menjadi Kate.

Sementara itu ada Amber Winslow di seberang samudra Atlantik sana, hidup di Highfield bersama suami kaya dan anak-anaknya yang lucu. Setiap hari kehidupannya dijalani dengan rutinitas mengatur anak-anak dalam mengikuti jadwal harian mereka, mengurusi diri di salon, berolahraga di gym (meski dia punya gym pribadi di ruang bawah tanah rumahnya) dan yang lebih menguras waktunya adalah menghadiri berbagai kegiatan amal bersama ibu-ibu muda Highfield lainnya. Dan penggalangan dana semacam itulah yang menjadi ajang para ibu-ibu tersebut saling memamerkan pakaian, tas, sepatu atau bahkan perhiasan terbarunya. Hidup dalam dunia penuh persaingan ini benar-benar terasa melelahkan buat Amber. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah tulisan dalam majalah Poise! dari Inggris tentang seorang jurnalis yang ingin menukar kehidupan lajangnya dengan kehidupan seoarang wanita menikah. 

Benarkah rumput tetangga memang selalu tampak lebih hijau. Inilah yang dicari tahu oleh Vicky. Bagaimana rasanya ketika dia akhirnya merasakan kehidupan memiliki suami dan anak-anak alias menjadi ibu rumah tangga seutuhnya?
Saya sudah mulai membaca chiklit ini beberapa bulan silam namun akhirnya tak pernah sempat menyelesaikan karena entah sesuatu dan lain hal. Hingga kemudian di awal tahun ini saya melanjutkan kembali membacanya. Saya sungguh penasaran dengan  kisah pertukaran peran ini dan yang lebih membuat penasaran lagi karena hingga sudah hampir mencapai lebih dari setengah buku, pertukaran itu bahkan belum dilakukan. Padahal saya berharap lebih banyak dibahas tentang bagaimana kehidupan mereka setelah menjalani pertukaran tersebut. 

Inti dari kisah ini sebenarnya adalah bagaimana kita semestinya mensyukuri kehidupan yang kita jalani. Tak selamanya hal-hal indah yang terlihat di luar sana benar-benar indah. Mungkin saja sih memang itu indah bagi mereka yang memilikinya, namun mungkin juga akan lain ceritanya jika kita yang ada di sana. Seperti yang akhirnya Vicky sadari di akhir cerita. (maaf, sedikit spoiler)


Bahkan sekarang, setelah menyadari apa yang diketahuinya, rumput itu masih saja terlihat sedikit lebih hijau, tapi begitu ia mulai membaca artikel itu, ia menyadari hanya karena rumputnya tampak lebih hijau, dan walaupun halamannya mungkin memang kecil, bunga-bunganya belum lagi mekar, lapangan rumputnya baru saja bersiap-siap memperbarui diri setelah musim kemarau, rumputnya tidak terlalu buruk. (hlm 557)